PANDANGAN ATAS
RAPERDA PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG BAHASA, SASTRA DAN AKSARA JAWA
Oleh : Dr.
RETNO SARASWATI, SH.MHum
Dosen
Fakultas Hukum UNDIP
Disampaikan dalam acara Uji Publik Raperda Bahasa,
Sastra dan Aksara Jawa,
pada hari Selasa, 1 Mei 2012 di RM Kebonraja, Jl.
Soekarno Hatta Km.25 Ungaran
PENDAHULUAN
Kebudayaan
suatu bangsa merupakan salah satu ciri
dari identitas dan karakter dari bangsa itu sendiri, karena kebudayaan suatu
bangsa mengandung nilai-nilai luhur yang dapat menuntun kehidupan masyarakatnya
agar menjadi bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu bangsa Indonesia melalui
politik hukumnya menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional sebagaimana tertuang
di dalam Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Kebijakan
secara nasional inipun juga harus dapat terimplementasi dengan baik di level
daerah. Salah satu upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk menghormati dan memelihara bahasa Jawa, maka Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah dengan menetapkan Peraturan
Daerah tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa. Langkah tersebut sangat baik sekali, karena melalui perlindungan,
pelestarian, pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa dapat didayagunakan untuk
mempertahankan nilai-nilai luhur dan mengantisipasi
adanya fenomena merosotnya kehidupan bahasa, sastra dan aksara Jawa akibat arus
globalisasi. Oleh karena itu perlu dukungan dari semua stakeholder yang ada agar bahasa Jawa, sastra dan aksara Jawa semakin terus
dapat eksis di tengah arus globalisasi.
PANDANGAN
UMUM
Secara umum
substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa
sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berada di atasnya, namun secara
formal masih ada beberapa kelemahan terutama mengenai tata cara penulisannya.
PANDANGAN
KHUSUS
Jika
kita cermati Rancangan Peraturan Daerah tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa
tersebut dalam perspektif Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, masih ditemukan beberapa kelemahan, untuk itu perlu
dilakukan perubahan, dan penambahan guna kesempurnaan Raperda tersebut, antara
lain :
1. Judul
peraturan perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena
itu setelah logo tidak perlu dicantumkan kata-kata : PEMERINTAH PROVINSI
JAWA TENGAH.
2. Dalam
Pembukaan, Jabatan pembentuk Peraturan perundang-undangan ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda
baca koma, sehingga yang betul setelah kata GUBERNUR JAWA TENGAH harus ada
tanda baca koma, menjadi GUBERNUR JAWA TENGAH,
3. Pokok
pikiran pada konsiderans Peraturan daerah Provinsi memuat unsur filosofis,
sosiologis dan yurudis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya. Dalam
Raperda tersebut belum ada pertimbangan yuridis yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dapat
ditambahkan, misalnya : bahwa dalam rangka memberikan landasan yang kokoh dalam
rangka ......., perlu didukung oleh suatu peraturan daerah yang mengatur
tentang.......;
4. Dalam
Dasar Hukum (Mengingat) sebelum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950... perlu
dicantumkan di nomor 1 : Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (sesuai dengan Pedoman no. 39 Lampiran II UU No. 12 Tahun
2011).
5. Dalam
Dasar Hukum Nomor 2, di akhir kalimat kurang tanda baca titik koma.
6. Dasar
Hukum Nomor 8 supaya dihilangkan karena Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999
sudah tidak berlaku lagi.
7. Dalam
Diktum, yang berbunyi Menetapkan :PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
TENTANG..... agar dihilangkan kata PROVINSI JAWA TENGAH supaya sesuai
dengan Pedoman nomor 59 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 ( Jenis dan nama yang
tercantum dalam judul Peraturan daerah dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan
tanpa frasa Provinsi, Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik).
8. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) tidak tepat
kalau dimasukkan dalam KETENTUAN PERALIHAN, harusnya masuk dalam KETENTUAN
PENUTUP, karena salah satu substansi dari Ketentuan Penutup memuat ketentuan
mengenai status Peraturan Perundang-undangan yang sudah berlaku. Sedangkan
Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan
hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama
terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru yang bertujuan untuk : (1)
menghindari terjadinya kekosongan hukum; (2) menjamin kepastian hukum; (3)
memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan (4) mengatur hal-hal yang bersifat
transisional atau bersifat sementara.
9. Perumusan
Pasal 15 tidak benar, karena perumusan yang demikian termasuk dalam kategori
“delegasi blangko” (Pedoman No. 210 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011). Dalam
pendelegasian kewenangan mengatur harus menyebutkan dengan tegas : ruang
lingkup materi muatan yang diatur dan jenis peraturan perundang-undangan.
10.
Dalam penjelasan umum penulisan pasal 32
ayat (2) dan pasal 42, P nya harus huruf besar, sehingga menjadi Pasal 32 ayat
(2) dan Pasal 42.
11.
Dalam penjelasan pasal demi pasal :
a.
Setelah penulisan Pasal 1 tidak perlu
ada tanda baca titik dua (:), juga berlaku untuk penulisan pasal-pasal selanjutnya.
b.
Bawahnya Pasal 3, setelah kata Cukup
jelas tidak perlu tanda baca titik.
c.
Bawahnya Pasal 10, Huruf a juga harus
dicantumkan, huruf yang lainnya juga harus disebut semua a sampai dengan j.
d.
Pasal 12 juga harus disebut ayatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar