AKSARA CARAKAN / NGLEGENA 
 
 
Aksara Jawa sing isih wutuh tanpa sandhangan. | 
 Huruf pasangan (Aksara pasangan)
Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan 
mangan sega (makan nasi) akan diperlukan 
pasangan untuk "se" agar "n" pada 
mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca 
manganasega (makanlah nasi).
Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.
Berikut ini adalah daftar pasangan:
Catatan:
- Aksara pasangan ditulis di bawah aksara konsonan akhir suku kata 
sebelumnya, kecuali aksara pasangan ha, sa, dan pa yang ditulis di 
belakang aksara konsonan akhir suku kata di depannya.
 
- Aksara ha, ca, ra, wa, dha, ya, tha, dan nga tidak dapat diberi aksara pasangan atau tidak dapat menjadi aksara sigegan (aksara konsonan penutup suku kata). Dalam hal ini aksara sigegan ha diganti wignyan, aksara sigegan ra diganti layar, dan aksara sigegan nga diganti cecak, dan hampir tidak ada suku kata yang berakhir sigegan ca, wa, dha, ya, dan tha.
 
- Aksara nya hanya dapat menjadi akasara sigegan untuk bunyi 
nasal ñ, yaitu kata yang suku pertamanya berakhiran huruf 'n' dan kata 
keduanya berawalan huruf 'c' atau 'j'. Misal: kanca, panca, blanja, kanji, dll.
 
- Aksara pasangan ka, na, dan la, memiliki variasi aksara pasangan 
kedua, yaitu ketika diberi 'suku', cakra, keret, atau pengkal, bentuk 
aksara pasangan itu diubah terlebih dahulu menjadi aksara utuh seperti 
aksara pokok masing-masing, kemudian baru diberi 
suku/cakra/keret/pengkal yang dirangkaikan di bawah bagian akhir aksara 
pasangan itu seperti pada aksara nglegananya. 
 
SANDHANGAN

 
Sandangan Bunyi Vokal
| Nama Sandhangan | 
Aksara Jawa | 
Keterangan | 
| Wulu | 
 | 
tanda vokal i. Ditulis di atas aksara. Apabila selain wulu juga terdapat sandangan yang lain,
sandangan wulu digeser sedikit ke kiri. | 
| Pepet | 
 | 
tanda vokal e. Ditulis di atas aksara. Apabila selain pepet juga 
terdapat sandangan layar, sandangan peper digeser sedikit ke kiri dan 
sandangan layar ditulis di sebelah kanan pepet. Apabila selain pepet 
terdapat sandangan cecak, sandangan cecak ditulis di dalam sandangan 
pepet. Aksara 'ra' dan 'la' tidak dapat dikenai sandhangan ini, 
melainkan mereka memiliki aksara khusus untuk suku kata 're' dan 'le' 
yaitu 'cerek' dan 'leled'. | 
| Suku | 
 | 
tanda vokal u. Ditulis di bawah aksara. Apabila yang diberi 
sandangan suku itu aksara pasangan ka, na, dan la, bentuk aksara 
pasangan itu diubah terlebih dahulu menjadi aksara utuh seperti aksara 
pokok masing-masing, kemudian sandangan suku baru dirangkaikan di bawah 
bagian akhir aksara pasangan itu. | 
| Taling | 
 | 
tanda vokal é. Ditulis di sebelah kiri (di depan) aksara. | 
| Taling Tarung | 
 | 
tanda vokal o. Ditulis mengapit aksara (taling ditulis di depan 
aksara, tarung ditulis di belakang aksara) yang dibubuhi sandangan, dan 
juga aksara pasangannya (jika ada) |  | 
Sandangan Penanda Kosonan Penutup Suku Kata
| Nama Sandhangan | 
Aksara Jawa | 
Keterangan | 
| Wignyan | 
 | 
tanda ganti konsonan h. Ditulis di sebelah kanan (di belakang) aksara. | 
| Layar | 
 | 
tanda ganti konsonan r. Ditulis di atas aksara. | 
| Cecak | 
 | 
tanda ganti konsonan ng. Ditulis di atas aksara. Bila aksara yang 
dibubuhi sandangan cecak itu merupakan suku kata yang berunsurkan vokal 
i, maka sandangan cecak ditulis di sebelah kanan (di belakang) sandangan
 wulu; bila aksara yang dibubuhi sandangan cecak itu merupakan suku kata
 yang berunsurkan vokal e, maka sandangan cecak ditulis di dalam 
sandangan pepet, | 
| Pangkon | 
 | 
tanda penghilang vokal (penanda aksara mati, aksara konsonan penutup suku kata/aksara panyigeging wanda),
 selain itu juga dapat dipakai sebagai pembatas bagian kalimat atau 
rincian yang belum selesai, senilai dengan tanda koma di dalam ejaan 
Latin; terakhir, sandangan pangkon dipakai untuk menghindarkan penulisan
 pasangan aksara yang bersusun lebih dari dua tingkat. Ditulis di 
sebelah kanan (di belakang) aksara. | 
 Penanda gugus konsonan
Penanda gugus konsonan (
sandhangan wyanjana) merupakan penanda
 aksara konsonan yang dilekatkan pada konsonan lain di dalam suatu suku 
kata. Penanda gugus konsonan di dalam aksara Jawa ada lima. Aksara yang 
sudah diberi satu penanda gugus konsonan tidak dapat diberi penanda 
gugus konsonan yang lain.
| Nama penanda | 
Aksara Jawa | 
Keterangan | 
| Cakra | 
 | 
tanda ganti gugus konsonan -ra (mis. 'kra'). Ditulis di bawah 
aksara. Tidak dapat diberi sandangan pepet (harus diganti dengan keret).
 Apabila yang diberi cakra itu aksara pasangan ka, na, dan la, bentuk 
aksara pasangan itu diubah terlebih dahulu menjadi aksara utuh seperti 
aksara pokok masing-masing, kemudian penanda cakra baru dirangkaikan di 
bawah bagian akhir aksara pasangan itu. | 
| Keret/ceret | 
 | 
tanda ganti gugus konsonan -re (mis. 'kre'). Ditulis di bawah 
aksara. Sebagai ganti cakra yang mendapat sandangan pepet. Apabila yang 
diberi keret itu aksara pasangan ka, na, dan la, bentuk aksara pasangan 
itu diubah terlebih dahulu menjadi aksara utuh seperti aksara pokok 
masing-masing, kemudian penanda keret baru dirangkaikan di bawah bagian 
akhir aksara pasangan itu. | 
| Péngkal | 
 | 
tanda ganti gugus konsonan -ya (mis. 'kya'). Ditulis serangkai di 
belakang aksara. . Apabila yang diberi pengkal itu aksara pasangan ka, 
na, dan la, bentuk aksara pasangan itu diubah terlebih dahulu menjadi 
aksara utuh seperti aksara pokok masing-masing, kemudian penanda pengkal
 baru dirangkaikan di bawah bagian akhir aksara pasangan itu. | 
| Panjingan wa | 
 | 
tanda ganti gugus konsonan -wa (mis. 'kwa'). Sama dengan pasangan aksara wa | 
| Panjingan la | 
 | 
tanda ganti gugus konsonan -la (mis. 'kla'). Sama dengan pasangan aksara la | 
Tanda-tanda Baca (pratandha)
 
Huruf utama (aksara murda)
Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan 
huruf kapital) berjumlah sembilan buah yang seringkali digunakan untuk 
menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan hukum. Aksara murda ini tidak dapat dipakai sebagai penutup suku kata (
sigegan).
Aturan pemakaian aksara murda: suku pertama biasanya yang 
dikapitalisasi (ditulis dengan aksara murda), namun apabila tidak 
tersedia aksara murda untuk suku pertama, maka suku kedua yang 
dikapitalisasi. Apabila tidak tersedia aksara murda untuk suku kedua, 
maka suku ketiga yang dikapitalisasi, dan seterusnya. Awal kalimat tidak
 perlu ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh: Dipanegara,
 karena tidak ada aksara murda untuk "di", maka suku kata kedua 
("pa")-lah yang ditulis dengan aksara murda: Berikut ini adalah 
aksara murda serta aksara pasangannya:
Tidak semua aksara yang terdaftar di dalam carakan ada aksara 
murdanya. Karena keterbatasan jumlah aksara murda dibanding huruf 
kapital Latin, maka pemakaian aksara murda tidak identik dengan 
pemakaian huruf kapital di dalam ejaan Latin.
AKSARA SWARA 
Aksara suara (aksara swara) berjumlah tujuh buah. Aksara suara 
digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama
 yang berasal dari bahasa asing, untuk mempertegas pelafalannya. Aksara 
suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan sehingga aksara 
sigegan
 yang terdapat di depannya harus dimatikan dengan pangkon. Walaupun 
demikian aksara suara dapat diberi sandhangan wignyan, layar, dan cecak.
 Huruf tambahan (aksara rèkan)
Aksara rekaan (aksara rekan) berjumlah lima buah. Aksara rekaan 
dipakai untuk menuliskan aksara konsonan pada kata-kata asing (khususnya
 bahasa Arab)
 yang masih dipertahankan seperti aslinya. Aksara rekaan dapat menjadi 
aksara pasangan, dapat diberi pasangan, serta dapat diberi sandhangan 
seperti keduapuluh aksara dasar.
| Aksara rèkan | 
| 
Kha | 
Dza | 
Fa / Va | 
Za | 
Gha | 
Tanda-tanda Baca (pratandha)
| Tanda baca | 
Aksara Jawa | 
Keterangan | 
| Adeg-adeg | 
 | 
tanda awal kalimat | 
| Pada lingsa | 
 | 
tanda koma | 
| Pada lungsi | 
 | 
tanda titik | 
| Pada pangkat | 
 | 
penanda angka | 
| Pada guru | 
 | 
Awalan surat/cerita | 
| Pada pancak | 
 | 
Akhir surat/cerita | 
| Pada luhur | 
 | 
Awal surat untuk derajat lebih tinggi | 
| Pada madya | 
 | 
Awal surat untuk derajat sebaya | 
| Pada andhap | 
 | 
Awal surat untuk derajat lebih rendah | 
| Purwa pada | 
 | 
Awalan tembang | 
| Madya pada | 
 | 
Tengah tembang (bait) | 
| Wasana pada | 
 | 
Akhir tembang |