JOKO TARUB
Pada usia kanak-kanak Joko tarub atau Sunan Tarub mempunyai
kesenangan atau hobi menangkap kupu-kupu di ladang. Setelah masuk di tengah
hutan bertemu orang yang sangat tua, dia diberi aji – aji tulup yang namanya
tulup Tunjung Lanang. Tulup inilah yang akhirnya menjadi aji-aji sangat luar
biasa untuk Kiai Ageng Tarub/ Sunan Tarub. Diwaktu mendapat tulup tersebut dia
pulang dengan cepat menyampaikan berita kepada ibunya (Dewi Kasian) dan
mengatakan bahwa dia di tengah hutan dijumpai seorang yang sangat tua memberi
aji – aji tulup kepadanya. Namun karena sayangnya, Dewi Kasian tidak
memperbolehkan putranya masuk hutan, karena khawatir kalau dimakan hewan buas
atau dibunuh orang yang tidak senang kepadanya.
Namun karena Joko tarub tidak takut lebih-lebih mempunyai aji
– aji tulup tersebut, maka Joko Tarub tetap senang masuk hutan untuk mencari
burung. Sampai diatas gunung Joko Tarub mendengar suara burung yang sangat
indah bunyinya yaitu burung perkutut. Kemudian didekati dan dilepaskan anak
tulup kearah burung tersebut namun gagal. Akhirnya Joko Tarub berfikir dan
menganggap bahwa burung ini tidak burung biasa. Kemudian terdengar lagi suara
burung dari arah selatan, didekati dan dilepaskan lagi anak tulup kearah burung
namun tidak mengenai burung itu dan ternyata anak tulup itu mengenai dahan
jati. Tempat yang ditinggalkan burung tadi sekarang dinamai Dukuh Karang Getas.
Karena sedihnya Joko tarub maka tempat yang ditinggalkan, sekarang dinamai
Dukuh Sedah. Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah selatan, didekati
dari posisi yang strategis (burung dalam keadaan terpojok), maka anak tulup
dilepaskan dan ternyata tidak kena dan burung terbang lagi ke selatan.
Tempat tersebut sekarang menjadi Dukuh Pojok. Burung terbang
ke selatan dan hinggap diatas pohon asam oleh Joko Tarub dilepaskan lagi anak
tulup kearah burung tetapi terbang lagi ke selatan, tempat yang ditinggalkan
tadi menjadi Dukuh Karangasem. Diwaktu mengejar burung keselatan Joko Tarub
merenungi burung tersebut, dalam ucapannya mengatakan ini burung atau godaan.
Tempat merenungi Joko Tarub sekarang dinamai Desa Godan Joko Tarub mengejar
terus burung kearah selatan, tempat melihatnya Joko Tarub sekarang dinamakan
Dukuh Jentir. Joko Tarub terus melacak burung kearah tenggara kemudian berjumpa
lagi dengan burung yang hinggap di pohon tetapi burung tersebut tidak bersuara.
Setelah burung itu terbang lagi ke selatan dan tempat yang ditinggalkan tadi
dinamakan Dukuh Pangkringan. Kemudian Joko Tarub melacak kearah selatan,
setelah sampai ditempat yang sangat rindang disitulah burung terbunyi lagi.
Namun Joko Tarub mendengar suara wanita yang baru berlumban
(mandi) di dalam sendang. Disaat itu Joko Tarub lupa burung yang dikejar dia
beralih mengintai suara wanita yang mandi di dalam sendang Ternyata para
bidadari yang sedang dilihat, akhirnya Joko Tarub mengambil salah satu
pakaiannya bidadari yang dengan tutup kemudian dibawa pulang dan disimpan
dibawah tumpukan padi (lumbung) ketan hitam. Joko Tarub kembali lagi ke Sendang
dengan membawa sebagian pakaian ibunya. Setelah sampai didekat sendang ternyata
para bidadari sudah terbang kembali ke surga. Tinggal satu yang masih mendekam
ditepi sendang dengan merintih dan berkata : “sopo yo sing biso nulung aku, yen
wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung sanggup dadi bojoku“. Disaat itu
Joko Tarub mendekati dibawah pohon sambil mendengarkan ucapan bidadari tersebut
dan menolong bidadari dengan melontarkan pakaian ibunya. Setelah bidadari
berpakaian diajak pulang kerumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa
putri ini adalah putri dari sendang yang baru terlantar dan minta tolong kepada
siapun : Jika yang menolong pria akan dijadikan suaminya. Akhirnya Joko tarub
menikah dengan bidadari tersebut yang bernama Nawang Wulan. Adapun sendang yang
dibuat lomban para bidadari, sekarang dinamakan sendang Coyo.
Kemudian Joko Tarub dengan Nawang Wulan mempunyai tiga putri
yaitu : Nawang sasi, Nawang Arum, Nawang Sih. Pada waktu bayinya, Nawang Sih
mengalami satu riwayat yang sangat hebat yaitu dikala Nawang Sih masih di
ayunan, ibunya mau mencuci pakaian di sungai dan berpesan pada Joko Tarub agar
mengayun putrinya dan jangan membuka kekep (penutup masakan). Namun setelah
Nawang Wulan pergi ke sungai, Joko Tarub penasaran akan pesan istrinya, maka
dibukalah kekep tersebut, setelah melihat didalam kukusan, ternyata yang
dimasak istrinya hanya satu untai padi. Joko Tarub mengucapkan (Masya Allah,
Alhamdulilah istriku yen masak pari sak uli ngeneki tho, lha iyo parine ora
kalong – kalong. Tak lama kemudian istrinya datang lalu membuka masakan tersebut,
ternyata masih utuh padi untaian. Kemudian istrinya menegur suaminya bahwa
pasti kekep tadi dibuka, sehingga terjadi pertengkaran. Akhirnya Nawang Wulan
menyadari sehingga harus dibuatkan peralatan dapur (lesung, alu, tampah)
Setelah kejadian itu Nyi Nawang Wulan kalau mau masak harus menumbuk padi dulu,
sehingga lambat laun padi yang ada di lumbung makin habis. Setelah sampai padi
yang bawah sendiri yaitu padi ketan hitam, ternyata pakaiannya diletakkan
disitu dan diambil kemudian menghadap suaminya. Akhirnya terjadi pertengkaran
yang hebat, ternyata yang mengambil pakaiannya waktu disendang dulu adalah Joko
Tarub sendiri. Kemudian Nyi Nawang Wulang ingin pulang kembali ke surga dan
berpesan kepada suaminya : Bila putrinya menangis minta mimik agar diletakkan
didepan rumah diatas anjang – anjang.
Tetapi setelah Nawang Wulan sampai di Surga di tolak oleh
teman-temannya karena sudah berbau manusia. Kemudian Nyi Nawang Wulan turun
lagi ke bumi namun tidak ada maksud kembali kerumah suaminya. Dia ingin bunuh
diri naik di gunung Merbabu meloncat ke laut selatan. Setelah sampai di laut
selatan Nyi Nawang Wulan perperang dengan Nyi loro Kidul, dan akhirnya Nyi
Nawang Wulan mendapat kejayaan, sehingga laut selatan dikuasai oleh Nyi Nawang
Wulan. Jadi yang ada dilaut selatan ada tiga putri yaitu : Nyi Nawang Wulan,
Nyi Loro Kidul, Nyi Blorong. Setelah Joko Tarub ditinggal Nyi Nawang Wulan dia
hidup dengan putrinya Nawang Sih. Disaat itu di Kerajaan Majaphit yang
diperintah Prabu Browijoyo kelima ditinggal wafat istrinya, sehingga Prabu
Browijoyo sakit dan tidak mau menduduki kursi kerajaan, dan setiap malam kalau
tidur ditepi Kerajaan. Suatu malam dia bermimpi bila sakitnya ingin sembuh maka
harus mengawini putri Wiring Kuning, kemudian raja terbangun dari tidurnya.
Akhirnya para patih diperintah untuk mengumpulkan semua putri – putri. Setelah
diteliti dan disesuaikan dengan mimpinya tersebut akhirnya menjumpai putri
Wiring Kuning yang ternyata adalah pembantunya sendiri. Akhirnya dikawinilah
putri tersebut dan dilarang untuk keluar dari taman kaputren karena malu jika
ketahuan orang bahwa raja mengawini pembantunya sendiri. Setelah jabang bayi
lahir raja Brawijaya memanggil saudaranya (Juru Mertani) supaya memelihara dan
mengasuh bayi tersebut. Kemudian bayi tersebut diberi nama Bondan Kejawan
(Lembu Peteng).
Dimasa kanak-kanak Bondan Kejawan, ayah asuhnya atau Juru
Mertani akan membayar pajak kekerajaan disaat itu Bondan Kejawan mendengar
bahwa ayahnya akan kekerajaan dan dia ingin ikut tetapi tidak diperbolehkan.
Namun dia lari dulu dan sampai di Kerajaan dia langsung masuk dan naik keatas
kursi raja. Kemudian membunyikan Bende Kerajaan. Sang raja mendengar bunyi
bende kerajaan dan marahlah, anak tersebut ditangkap dan dimasukkan kedalam sel
kerajaan. Tidak lama kemudian datanglah Juru Mertani dengan membawa padi untuk
membayar pajak. Selesai membayar pajak dia menghadap sang raja dan menanyakan
anak kecil yang membunyikan bende kerajaan. Diberitahukan kepada sang raja
bahwa anak kecil itu putra sang raja sendiri. Kemudian raja memanggil anak
kecil itu dan membawa kaca untuk melihat wajahnya sendiri dengan wajah anak
tersebut. Ternyata Beliau yakin dan percaya bahwa anak tersebut putranya
sendiri. Kemudian Juru Mertani disuruh sang raja untuk mengantarkan putranya ke
Saudaranya yaitu Ki Ageng Tarub dan putranya agar diasuh dan dipeliharanya.
Disaat itu Ki Ageng Tarub mengasuh dua anak kecil yaitu Bondan Kejawan dan
anaknya sendiri. Setelah masuk remaja Bondan Kejawan diperintah ayah asuhnya
agar bertapa ngumboro yaitu disuruh ke sawah selama tujuh tahun dan tidak boleh
pulang kalau belum diambil. Setelah sampai waktunya Nawang Sih diperintah
ayahnya supaya memasak yang enak, setelah memasak agar mengambil saudaranya
Bondan Kejawan yang berada ditengah sawah. Setelah sampai dekat gubug yang
ditempati Bondan Kejawan, Disaat itu Bondan Kejawan sedang istirahat diatas
gubug.
Nawang Sih memanggil Bondan Kejawan dari bawah gubug. Bondan
Kejawan terperanjat atas panggilan Nawang Sih karena tidak tahu akan
kedatangannya, sehingga Bondan Kejawan jatuh dari atas gubug dan memegang
bahunya Nawang Sih. Sampai dirumah Nawang Sih memberitahukan orang tuanya bahwa
tadi bahunya dipegang oleh Bondan Kejawan. Tetapi sang ayah malah memberi tahu
Nawang Sih akan dijodohkan dengan Bondan Kejawan, dan akhirnya mereka menikah.
Kemudian lahirlah anak yang diberi nama Ki Ageng Getas Pandowo (Ki Abdulloh).
Bondan Kejawan meneruskan Bopo Morosepuh dan diberi nama Ki Ageng Tarub II,
sedang Ki Ageng Getas Pandowo diberi nama Ki Ageng Tarub III. Tempat pertapaan
Bondan Kejawan (Lembu Peteng) sekarang terdapat disebelah tenggara makam Ki
Ageng Tarub I, dukuhan sebelahnya dinamakan Desa Barahan. Selanjutnya Ki Ageng
Tarub III (Getas Pandowo) mempunyai putri banyak dan yang terkenal adalah Ki
Ageng Abdurrohman Susila (Ki Ageng Selo).
Adapun adanya Ki Ageng Tarub adalah merupakan suatu karomah
dari Allah yang diberikan kepada Syeh Maulana Maghribi dengan Dewi Telangkas
(Nona Telangkas) yang melahirkan Ki Ageng Tarub. Adapun karomah yang diberikan
Allah kepada Ki Ageng Tarub I yaitu kawin dengan Bidadari yaitu Nawang Wulan.
Adapun cucu Ki Ageng Tarub I adalah Ki Ageng Selo yang mendapat karomah dari
Allah yaitu dapat menangkap petir. Dari Beliaulah terlahir raja-raja ditanah
jawa. Makam Ki Ageng Tarub terletak di desa Tarub Kecamatan Tawangharjo ± 10 km
dari Kabupaten Grobogan.
(Di ambil dari Makam Ki Ageng Tarub Tulisan Taufiq Yusuf http://kab-grobogan.blogspot.com/2013/11/makam-ki-ageng-tarub.html
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar