Minggu, 13 Mei 2012

PANDANGAN RAPERDA B JAWA


PANDANGAN ATAS RAPERDA PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG BAHASA, SASTRA DAN AKSARA JAWA
Oleh : Dr. RETNO SARASWATI, SH.MHum
Dosen Fakultas Hukum UNDIP

Disampaikan dalam acara Uji Publik Raperda Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa,
pada hari Selasa, 1 Mei 2012 di RM Kebonraja, Jl. Soekarno Hatta Km.25 Ungaran


PENDAHULUAN
            Kebudayaan  suatu bangsa merupakan salah satu ciri dari identitas dan karakter dari bangsa itu sendiri, karena kebudayaan suatu bangsa mengandung nilai-nilai luhur yang dapat menuntun kehidupan masyarakatnya agar menjadi bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu bangsa Indonesia melalui politik hukumnya  menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional sebagaimana tertuang di dalam Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
            Kebijakan secara nasional inipun juga harus dapat terimplementasi dengan baik di level daerah. Salah satu upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk  menghormati dan memelihara bahasa Jawa, maka Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah dengan menetapkan Peraturan Daerah tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa. Langkah tersebut  sangat baik sekali, karena melalui perlindungan, pelestarian, pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa dapat didayagunakan untuk mempertahankan nilai-nilai luhur  dan mengantisipasi adanya fenomena merosotnya kehidupan bahasa, sastra dan aksara Jawa akibat arus globalisasi. Oleh karena itu perlu dukungan dari semua stakeholder yang ada agar   bahasa Jawa, sastra dan aksara Jawa semakin terus dapat eksis di tengah arus globalisasi.
PANDANGAN UMUM
            Secara umum substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berada di atasnya, namun secara formal masih ada beberapa kelemahan terutama mengenai tata cara penulisannya.
PANDANGAN KHUSUS
            Jika kita cermati Rancangan Peraturan Daerah tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa tersebut dalam perspektif Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, masih ditemukan  beberapa kelemahan, untuk itu   perlu dilakukan perubahan, dan penambahan guna kesempurnaan Raperda tersebut, antara lain :
1.      Judul peraturan perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu setelah logo tidak perlu dicantumkan kata-kata : PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH.
2.      Dalam Pembukaan, Jabatan pembentuk Peraturan perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma, sehingga yang betul setelah kata GUBERNUR JAWA TENGAH harus ada tanda baca koma, menjadi GUBERNUR JAWA TENGAH,
3.      Pokok pikiran pada konsiderans Peraturan daerah Provinsi memuat unsur filosofis, sosiologis dan yurudis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya. Dalam Raperda tersebut belum ada pertimbangan yuridis yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dapat ditambahkan, misalnya : bahwa dalam rangka memberikan landasan yang kokoh dalam rangka ......., perlu didukung oleh suatu peraturan daerah yang mengatur tentang.......;
4.      Dalam Dasar Hukum (Mengingat) sebelum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950... perlu dicantumkan di nomor 1 : Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sesuai dengan Pedoman no. 39 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011).
5.      Dalam Dasar Hukum Nomor 2, di akhir kalimat kurang tanda baca titik koma.
6.      Dasar Hukum Nomor 8 supaya dihilangkan karena Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 sudah tidak berlaku lagi.
7.      Dalam Diktum, yang berbunyi Menetapkan :PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG..... agar dihilangkan kata PROVINSI JAWA TENGAH supaya sesuai dengan Pedoman nomor 59 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 ( Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan daerah dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa frasa Provinsi, Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik).
8.       Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) tidak tepat kalau dimasukkan dalam KETENTUAN PERALIHAN, harusnya masuk dalam KETENTUAN PENUTUP, karena salah satu substansi dari Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai status Peraturan Perundang-undangan yang sudah berlaku. Sedangkan Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru yang bertujuan untuk : (1) menghindari terjadinya kekosongan hukum; (2) menjamin kepastian hukum; (3) memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan (4) mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
9.      Perumusan Pasal 15 tidak benar, karena perumusan yang demikian termasuk dalam kategori “delegasi blangko” (Pedoman No. 210 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011). Dalam pendelegasian kewenangan mengatur harus menyebutkan dengan tegas : ruang lingkup materi muatan yang diatur dan jenis peraturan perundang-undangan.
10.          Dalam penjelasan umum penulisan pasal 32 ayat (2) dan pasal 42, P nya harus huruf besar, sehingga menjadi Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 42.
11.          Dalam penjelasan pasal demi pasal :
a.              Setelah penulisan Pasal 1 tidak perlu ada tanda baca titik dua (:), juga berlaku  untuk penulisan pasal-pasal selanjutnya.
b.              Bawahnya Pasal 3, setelah kata Cukup jelas tidak perlu tanda baca titik.
c.              Bawahnya Pasal 10, Huruf a juga harus dicantumkan, huruf yang lainnya juga harus disebut semua a sampai dengan j.
d.             Pasal 12 juga harus disebut ayatnya.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar